Copyright (2021), konselinghiv.com, Hak Cipta Dilindungi Undang-undang.
Di dalam tubuh, ada sistem “canggih” yang bertugas untuk melawan infeksi akibat berbagai kuman yang masuk. Ya, itulah sistem kekebalan tubuh. Namun, pada orang yang mengalami gejala HIV, sistem kekebalan tubuh bisa dibilang melemah, dan meningkatkan berbagai risiko infeksi.
HIV adalah singkatan dari human immunodeficiency virus, yakni virus yang secara spesifik menyerang sel CD4. Sel tersebut adalah bagian penting dalam sistem kekebalan tubuh, yang bertugas melawan infeksi. Jika sel CD4 hilang, fungsi sistem kekebalan tubuh pun melemah secara drastis.
Lantas, seperti apa gejala HIV yang perlu diwaspadai?
Di masa awal infeksi, gejala HIV pada umumnya tidak menampakkan wujud yang jelas. Kalau pun ada gejala yang dialami, biasanya tidak terlalu berat dan dianggap sebagai penyakit ringan yang lebih umum.
Namun, sebenarnya ada beberapa gejala yang berkaitan dengan melemahnya sistem kekebalan tubuh, yang perlu diwaspadai.
Beberapa gejala HIV secara umum mirip dengan gejala infeksi virus lainnya, seperti:
Umumnya, infeksi HIV berlangsung sekitar 2-15 tahun, hingga benar-benar menimbulkan gejala. Jadi, infeksi ini memang tidak akan langsung merusak organ tubuh. Melainkan secara perlahan menyerang sistem kekebalan tubuh, melemahkannya, hingga tubuh menjadi rentan terserang penyakit dan berubah menjadi AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome).
Namun, sebaiknya jangan tunggu hingga HIV berkembang menjadi AIDS. Bila kamu mengalami berbagai gejala HIV yang tadi disebutkan, segera periksakan diri.
Kondisi tubuh setiap pengidap HIV berbeda-beda, sehingga gejala yang muncul bisa jadi tak sama. Kamu bisa saja sudah terinfeksi, tapi masih merasa sehat, bugar, dan bisa beraktivitas normal seperti biasa.
Namun, kamu bisa menularkan virus ke orang lain. Jadi, penting untuk berhati-hati dan memeriksakan diri jika mengalami gejala sekecil apa pun.
Gejala HIV bisa jadi tidak terasa secara signifikan, sehingga pemeriksaan perlu dilakukan untuk memastikan diagnosis.
Untuk memastikan diagnosis HIV, tenaga kesehatan biasanya melakukan tes darah. Namun, keakuratan tes tergantung pada waktu paparan terakhir HIV. Misalnya, kapan terakhir kali berhubungan intim tanpa kondom atau berbagi jarum suntik.
Berbagai tindakan berisiko tersebut membuat seseorang punya peluang untuk terinfeksi HIV. Namun, butuh waktu setidaknya 3 bulan setelah terpapar atau melakukan tindakan berisiko, untuk antibodi HIV bisa terdeteksi dalam pemeriksaan atau tes darah.
Bila hasil tes darah menunjukkan positif atau reaktif, itu berarti kamu memiliki antibodi HIV dan sedang terinfeksi. Sebaliknya, jika hasil tes negatif, berarti kamu tidak sedang terinfeksi HIV.
Lantas, bagaimana jika dinyatakan positif HIV? Apa pengobatan yang bisa dijalani? Sayangnya, hingga saat ini, belum ada obat yang bisa mengatasi infeksi HIV dalam tubuh. Namun, gejala HIV bisa dikendalikan dan sistem kekebalan tubuh bisa ditingkatkan dengan terapi antiretroviral (ARV).
Perlu diketahui bahwa terapi ARV tidak bisa langsung membasmi virus sepenuhnya. Melainkan hanya bisa membantu pengidap HIV meningkatkan kualitas hidupnya. Ya, pengidap HIV bisa hidup sehat dan menjalani aktivitas seperti biasa, jika menjalani terapi dengan rutin sesuai arahan.
Terapi ARV juga dapat mengurangi risiko penularan HIV pada orang-orang terdekat. Hal ini karena terapi ARV bekerja dengan cara mengurangi jumlah virus dalam tubuh dan menghambat mereka untuk memperbanyak diri. Di saat bersamaan, hal ini memberikan kesempatan bagi sistem kekebalan tubuh untuk melawan virus.
Sumber: halodoc
Konsultasikan mengenai HIV dengan konselor terlatih melalui link di bawah ini.
Copyright (2021), konselinghiv.com, Hak Cipta Dilindungi Undang-undang.